Mesuji Lampung-Bhayangkaranews.my.id-Ketua DPC FSPPP-SPSI Kabupaten Mesuji Syahbani mendesak pemerintah agar upah minimum pada 2023 harus naik pasalnya, kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 30 persen berdampak pada harga kebutuhan dan transportasi naik sehingga perekonomian buruh semakin dilematis.

“Menurut Syahbani kenaikan upah minimum tahun 2023 nanti naik sebesar 10 sampai 13 persen sudah layak,”ucapnya, saat diwawancarai oleh awak media ini di kantor Disnakertrans Mesuji, Minggu 16/10/2022.

Syahbani menceritakan terkait wacana upah sebesar 10 sampai 13 persen, mungkin banyak kalangan pengusaha keberatan dengan sebesar itu, bahkan mereka mewacanakan sebaiknya naik sebesar 5 persen saja menurutnya hal itu wajar saja karena setiap tahun, pengusaha selalu keberatan dengan kenaikan upah dari
tuntutan buruh.

Baik, selama diterapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Upah dan setelah terbitnya PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan. “Ya karakter pengusaha dari dulu memang begitu, selalu mengeluh dann keberatan dengan kenaikan upah. Maunya mereka upah buruh murah terus,” jelasnya.

Ia mengingatkan pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) agar lebih memihak pada kepentingan buruh. Sebab, pasca disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja, kondisi perekonomian buruh di Indonesia semakin terpuruk. Artinya, pemerintah dimasa pemulihan ekonomi ini jangan hanya mementingkan kepentingan pengusaha. 

Padahal, Sri Mulyani Menteri Keuangan mengatakan, tahun ini kondisi perekonomian Indonesia semakin membaik pasca pandemi “Nah, sementara buruh sampai hari ini banyak ditumbalkan dalam aturan regulasi,” tegasnya.

Selanjutnya, Syahbani menjelaskan dirinya bersama perwakilan serikat buruh/serikat pekerja yang tergabung dalam FSPPP KABUPATEN MESUJI melihat justru pihak Direktur Pengupahan Kemnaker masih mempertahankan upah minimum tetap mengacu PP Nomor 36. Karena PP tersebut ada kompensasi penerapan Struktur Skala Upah di perusahaan,” ungkapnya.

Syahbani menegaskan serikat buruh sebenarnya tidak menginginkan kenaikan upam minimum berdasarkan PP Nomor 36. Namun lebih setuju pada acuan PP Nomor 78. Sebab, kalau mengacu pada PP Nomor 36, kemungkinan besar kenaikan upah minimum tahun depan hanya naik sebesar 5 persen.

“Walau PP Nomor 36 sudah diterbitkan hasil produk turunan UU Cipta Kerja, sebenarnya PP Nomor 78 tahun 2015 ini masih memiliki legalitas hukum yang kuat. Sebab hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) UU Cipta Kerja kan inkonstitusional bersyarat. Dan harus di revisi oleh DPR RI selama 2 tahun,” terangnya.

“Pemerintah sebaiknya mengacu pada PP Nomor 78 saja, karena buruh sekarang ini untuk bertahan hidup saja sudah susah. Dan saat pemerintah hendak membuat keputusan upah minimum 2023, tidak lagi membuat Surat Edaran (SE) agar kepala daerah tunduk pada aturan Kemnaker,” tandasnya.

Editor Darmisi Pewarta Syahbani